Selasa, 02 Juni 2009

Gadis yang berambut pirang itu bernama Tatjana

Musim panas telah tiba, setalah sekian lama menghadapi musim semi dan yang kurasakan masih begitu dingin. Ku bertemu dengan seorang gadis dari Ukrania, dia benama Tatyana Murafkaya. Matanya yang biru dan rambutnya yang pirang terurai panjang dan bandannya yang tidak terlalu tinggi layaknya orang bule pada umumnya.

Pagi itu ku berjalan-jalan di desa Auewendwald tuk bertemu dengannya. Aku begitu penasaran dengannya, karena aku belum pernah bertemu dengannya.

“akh aku harus bertemu dengan nya:“ gerutuku dalam hati. Aku hanya mendengar cerita tersebut dari Gastmutter nya.

Akhirnya aku memberanikan diri tuk bertemu dengannya dan aku berkunjung kerumahnya.

Aku agak sedikit bingung, karena aku tidak tahu persis dimana dia tinggal. Aku mencoba memasuki rumah orang-orang bule itu satu persatu.

Pada akhirnya aku menemukan rumahnya. Familie Klingelt beralamatkan di Zwiebelbergstrs 15. Ku pencet bel berkali-kali yang ada di depan pintu rumah tersebut, tapi tidak ada jawaban.

Seketika itu datang seorang nenek tua, yang menanyaiku “Wen suchen Sie?“ dan kujawab “ Na ja ich möchte Sie fragen, ob in diesem Haus ein Au-pair Mädchen wohnt, die Tatyana heisst, ist das Wahr?. Lalu nenek tiba-tiba mengatakan, Ja stimmt! Sie wohnt da, aber dort gibt keinen Jemanden. Sie machen Urlaub nach Spanien.

Akhirnya aku kembali lagi kerumah, masih tersimpan dalam benakku penasaran yang mendalam seperti apa Tatyana? Apakah dia baik, atau kejam seperti orang-orang yang ada di sikitarku.

Dua minggu berlalu ku belum bertemu dengannya. Tanpa ku duga dan tak kusangka-sangka, hari rabu pukul 11.00 waktu Jerman ku bertemu dengannya. Dia datang ke rumah. Dengan sikap ramah, dia memperkenalkan diri padaku. „Hallo bist du Aris?“lalu dengan senyum ku jawab ja ich bin Aris, bist du Tatyana oder? Ich freue mich so sehr dich zu sehen. Ich war zu dir aber du bist nicht da! Wo warst du? „Ich war in Spanien?“

Tanpa pikir panjang kita langsung akrab dan mengobrol. Ku memperkanalkan diri bahwa aku dari Indonesia dan aku sangat rindu akan kampung halaman di Indonesia. Dia pun menasehatiku, bahwa dia pun dulu seperti aku. Hari itu kita langsung membikin janji kalau kita mau jalan-jalan, entah kemana yang penting kita keluar rumah. Setelah bebarapa bulan aku dirumah, mengurung diri bagaikan burung di dalam sangkar emas, akhirnya aku dapat terbang bebas juga, menghirup udara Jerman. Bebas lepas, melayang dan aku juga menikmati betapa indahnya di dunia luar sana, aku bisa merasakan bagaimana kehidupan Aupair yang sebenarnya.

@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@


Bunga-bunga bermekaran, dimana-dimana, baik yang ditanam di pot saat musim dingin, dan tumbuh saat musim semi. Atapun rumput-rumput yang berbunga kuning, tanpa sengaja ditanam. Bahkan Löwenchan juga berbunga. Alangkah indahnya. Semua mekar dan menebarkan harum mewangi bunga, membuat lebah Wespe mengerumuninya, tuk mengambil sarinya, yang akan dijadikan madu olehnya. Lebah-lebah itu terbang hingap kesana kemari sambil membawa sari bunga.

Indahnya musim semi yang kurasakan di Jerman, membuatku sedikit lupa akan Indonesia, yang jauh di ujung timur dunia ini. Negara dengan seribu pulau, dan berbagai nuasa etnik budayannya.

Walaupun musim semi sudah dimulai, dan matahari keluar dari peraduannya, tapi bagiku udara disini masih sangat dingin. Aku belum terbiasa dan masih menyesuaikan dengan ligkungan disekitarnya. Ku kenakan switer pemberian Steffen, Gastvater ku di Awendwald. Walaupun switer tersebut sedikit kebesaran, aku tetap memakainya. Aku tidak mau menanggung resiko kedinginan di luar.

„Kring-kring-kring“ telepon berdering, tak ada seorangpun yang mengangkatnya. Aku bingung, entah itu dari siapa yang jelas aku masih agak begitu takut untuk mengangkatnya. Aku takut, jika aku tak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan lewat telpon. Maklum aku baru pertama kali di jerman dan belum isa bersosialisasi dengan siapa pun kecuali dengan Gasfamilieku dan Tatyana.

Hari itu memang benar-benar tak ada seorangpun yang berada di rumah. Akhirnya aku memberanikan diri untuk turun ke bawah dan mengangkat telepon. Kamarku berada dilantai atas dan jika telpon berdering aku harus siap-siap untuk turun ke bawah, karena di atas tidak ada telpon.

kring-kring,kring“ ..... ku angkat telpon yang berdering dan ku jawab.

„Hallo, Aris Guten Morgen, wer ist da?“

„Hallo Aris, wie geht es dir? Bin Tatyana, deine Nachbarin“.

„Hallo Tatyana, mir geht ganz gut, danke und dir? Tanyaku balik

„Mir geht auch gut, danke. Hast du heute etwas vor?“

„Nein,“ jawabku singkat

„Ok, ich komme zu dir jetzt ja,“

Tatyana ingin berkunjung ke rumah, aku pun senang sekali. Kebetulan aku gak punya teman. Aku senang karena Tatyana selalu mengajakku jalan-jalan. Gadis manis berambut pirang ini memang energik, dan ramah. Sopan santun dan tutur katanya menyenangkan dan membuat para kaum Adam terpesona olehnya. Matanya yang biru dan hidungnya yang mancung bak Cleopatra. Cantik dan mempesono. Aku harus bersiap-siap menyambutnya.

Aku harus cuci muka, dan membasahi rambutku yang ikal ini dengan air. Maklum selama di Jerman aku jarang mandi. Karena aku jarang berkeringat, mandi pun kadang-kadang tiga hari sekali. Aku pikir-pikir memamng agak sedikit jorok sich, tapi bagaimana lagi. Aku harus menghemat air, karena di Jerman air sangat mahal. Dan air pun di sana sangat higienis, aku berkali-kali minum air langsung dari kran. Tapi kran yang airnya dingin.

„ting-tong“ bel berbuyi, pasti Tatyana pikirku.

Aku langsung keluar dari kamar mandi, dan buru-buru membukakan pintu. Langsung aku berjabat tangan dengannya. Dan langsung ku persilakan masuk.

„Komm rain!“ ku ajak masuk ke dalam rumah

„ Ok, ich komme rain“

Akhirnya kami bercerita tentang pengalamannya selama ia tinggal di Jerman. Wah sangat banyak sekali pengalamanya. Aku sangat senang dengan cerita-ceritanya. Kedatangan dia ketempatku adalah mengajakku untuk pergi ke Backnang, kota kecil di utara Stuttgart. Kira-kira 7Km dari Auwendwald jaraknya. Dia mengajaku untuk makan es krim bersama. Tapi aku bingung, karena aku belum pernah kesana dan harus naik apa? Sebelum aku bertanya soal itu, dia langsung mengatakan.

Wir fahren mit dem Fahrrad, ist das ok Aris?“ Usulnya cemerlang

„Ok kein Problem, Ich hab auch Fahrrad, da unten, aber das gehört Steffen, meine Gastvater. Aber ich kann das leihen.“ Jawabku dengan senang hati

Kami sepakat, walaupun jarak dari Auwendwald ke Backnang 7Km, kami siap menempuhnya dengan bersepeda. Aku memang ingin berjalan-jalan keluar rumah, suntuk seharian di dalam kamar. Tidak ada kerjaan. Hari ini memang libur, dan aku bebas kemanapun tanpa ada yang menghalangi.

Perjalanan yang lumayang melelahkan, kami tempuh. Terus dan terus mengayuh sepeda, walaupun jalan yang kami lalui penuh dengan tanjakan. Kami tetap menikmati, apalagi ketika aku melihat Tatyana yang bersemangat menggeos sepedanya dengan penuh harapan segera sampai ke Backnang, daerah tujuan kami.

Backnang adalah sebuah kota kecil, konon cerita dari dosenku yang ada di Jerman, bahwa Hörsch Köhler Presiden Jerman lahir disana. Sangat mengesankan ketika aku datang ke kota itu. Bagaimana tidak. Backnang memang kecil tapi bagiku kota ini sangat menarik. Banyak penjual Kebab Turki dan banyak juga orang-orang Turki yang berjualan di sana. Aku sering menghabiskan waktuku di Stadtbücherei (atau perpustakaan kota). Tempat yang nyaman untuk membaca buku-buku dan juga tempat menghilangkan rasa jenuhku setelah aku kerja selama satu pekan......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar